Sosialisasi Standar Kompetensi Kerja Khusus (SKKK) Masir Tunanetra telah terlaksana secara online via aplikasi Zoom akhir Oktober lalu. Sosialisasi tahap 2 ini dihadiri oleh 11 Pertuni daerah, yaitu Jawa Barat, Jawa Tengah, Sumatera Utara, Sumatera Barat, Aceh, Sulawesi Utara, Sulawesi Barat, Sulawesi Tengah, Sulawesi Tenggara, Jambi, dan Bengkulu. Bertindak sebagai narasumber, yaitu Eka Setiawan, Ketua III DPP Pertuni bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan yang juga merupakan coordinator Pertuni dalam upaya pembentukan Lembaga Sertifikasi Profesi (LSP) Masir Tunanetra Indonesia bersama Badan Nasional Standarisasi Profesi (BNSP) Kementrian Tenaga Kerja RI.
Bulan Mei 2020, DPP Pertuni telah menerima Surat Keputusan dari Kementerian Tenaga Kerja Ri tentang Registrasi SKKK Masir Tunanetra. Sebagai tindak lanjut dari proses tersebut, maka DPP Pertuni mulai mensosialisasikan adanya SKKK Masir Tunanetra kepada pengurus dan anggota Pertuni di seluruh Indonesia. Sosialisasi dilakukan secara bertahap sejak September dengan mengundang 10 Pertuni daerah, kemudian dilanjutkan dengan daerah lainnya pada sosialisasi tahap 2 di bulan Oktober dan November.
Baca juga: Darurat Corona, Darurat Tunanetra Tidak Mampu
“Sebagaimana halnya profesi-profesi lainnya, para tunanetra yang berprofesi sebagai pemijat juga perlu memiliki standar kompetensi yang jelas,” ujar Eka (28/10). Eka menuturkan, bahwa ada 19 kompetensi yang diujikan agar para pemijat tunanetra dapat memperoleh sertifikat dari LSP Masir Tunanetra Indonesia. Kompetensi tersebut di antaranya kemampuan orientasi mobilitas, kemampuan komunikasi, pemahaman prinsip ergonomi atau keselamatan kerja, kemampuan penanganan kasus secara bertahap, dan lain-lain.
Nantinya, pemijat tunanetra akan diminta Kembali mengikuti uji kompetensi meski sudah pernah mengikuti ujian pada pelatihan sebelumnya. Pasalnya, uji kompetensi ini berbeda dengan uji kompetensi pemijat tunanetra yang pernah ada sebelumnya, karena memiliki standar kompetensi yang telah disusun secara resmi oleh Pertuni dan disahkan oleh Kementerian Tenaga Kerja Ri. Meski pengambilan sertifikat ini bukanlah hal yang diwajibkan, namun dengan memiliki standar kompetensi kerja yang jelas, diharapkan para pemijat tunanetra lebih mampu bersaing dalam pasar industry pijat di Indonesia.
Baca juga: Memudarnya Implementasi Nilai-nilai Pancasila dalam Bingkai Perjuangan Hidup Penyandang Tunanetra
Lebih jauh lagi, Aria Indrawati, Ketua Umum Pertuni menyampaikan bahwa sosialisasi SKKK Masir Tunanetra ini merupakan Langkah awal untuk sebuah tujuan jangka Panjang bagi para pemijat tunanetra Indonesia. Aria berharap, dengan adanya standar kompetensi yang jelas, masyarakat akan lebih menghargai tunanetra—apapun profesinya. Salah satu contohnya adalah pemijat tunanetra akan memiliki kesempatan lebih luas untuk terlibat secara resmi dalam event-event bertaraf internasional. Misalnya memberikan jasa sport massage pada ajang Olympiade dan Paralympic Games yang rencananya akan diadakan di Indonesia pada 2040 mendatang. “Agar kita bisa masuk ke event yang masuk standar dunia, kita juga harus memiliki kualitas yang memenuhi standar. Semua ini hanya akan bisa terwujud jika didukung oleh Pertuni daerah dan cabang di seluruh Indonesia,” tandas Aria.
*Ramadhani*