“Convention on the Rights of Persons with Disabilities (CRPD) merupakan Konvensi internasional tentang hak-hak penyandang disabilitas yang diadopsi oleh PBB pada tanggal 13 Desember tahun 2006 dan mulai berlaku secara global pada tanggal 3 Mei tahun 2008. CRPD lahir setelah bertahun-tahun PBB memperjuangkan perubahan sikap dan pendekatan terhadap penyandang disabilitas dari cara pandang yang menjadikan penyandang disabilitas sebagai obyek amal (charity), pengobatan (medical model), dan perlindungan sosial (social model) kepada cara pendekatan baru, yang melihat penyandang disabilitas sebagai subyek yang memiliki hak dan mampu membuat keputusan secara merdeka, serta mampu terlibat aktif secara penuh dalam masyarakat tanpa diskriminasi. Cara pandang dan pendekatan terhadap penyandang disabilitas yang baru ini disebut sebagai pendekatan atas dasar HAM (human rights based).”
Hal itu dijelaskan oleh Iyehezkiel, S.Pd., M.Ed (Sekretaris Umum Pertuni) Ketika menjadi narasumber pada pelaksanaan Focus Group Discussion (FGD) tentang Langkah dan Sikap Bersama Organisasi Penyandang Disabilitas (OPD) Provinsi Sulawesi Utara dalam rangka mengawal implementasi Perda Disabilitas Nomor 8 Tahun 2021 Tentang Perlindungan dan Pemberdayaan Penyandang Disabilitas Provinsi Sulawesi Utara yang berlangsung di Novotel Hotel, Manado, Rabu (25 Mei 2022). FGD tersebut, selain dihadiri oleh perwakilan Dewan Pengurus Pusat Pertuni, juga dihadiri oleh perwakilan dari 4 OPD yang tergabung dalam Koalisi Daerah OPD Provinsi Sulawesi Utara yang dikoordinatori oleh Dewan Pengurus Daerah Pertuni Provinsi Sulawesi Utara.
Iyehezkiel yang juga merupakan dosen Sastra Inggris di Universitas Pamulang dan aktivis disabilitas tersebut, menyayangkan sikap DPRD dan Pemerintah Provinsi Sulawesi Utara yang tidak melibatkan penyandang disabilitas secara bermakna dalam proses penyusunan hingga penerbitan Perda Disabilitas Sulawesi Utara. “Karena Pemerintah Indonesia telah melakukan ratifikasi terhadap CRPD dengan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2011 Tentang Pengesahan CRPD, maka setiap kebijakan dan keputusan legislasi yang diambil oleh pemerintah, wajib terlebih dahulu berkonsultasi dengan penyandang disabilitas secara bermakna melalui organisasi yang mewakilinya. Hal itu disebutkan secara tegas dalam pasal 4 ayat 3 CRPD. Karena DPRD dan Pemerintah Provinsi Sulawesi Utara tidak berkonsultasi secara bermakna dengan penyandang disabilitas pada proses penyusunan dan penerbitan Perda Disabilitas Sulawesi Utara, jelas itu adalah pengabaian pasal 4 ayat 3 CRPD,” ujarnya penuh semangat.
Selain Iyehezkiel, S.Pd., M.Ed yang memaparkan judul materi CRPD Sebagai Instrumen HAM Internasional, tampil pula Aria Indrawati, SH (Ketua Umum Pertuni) yang membawakan materi dengan judul Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2016 Tentang Penyandang Disabilitas Sebagai Domestikasi CRPD di Indonesia. “DPRD dan Pemerintah Provinsi Sulawesi Utara tidak sepenuh hati melaksanakan penghormatan, pelindungan dan pemenuhan hak-hak penyandang disabilitas di Bumi Nyiur Melambai tersebut,” ujar Aria Indrawati yang juga merupakan salah seorang drafter Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2016 Tentang Penyandang Disabilitas.