– Ira Purnamasari, Pencetus Cabang Olahraga Blind Judo di Indonesia

Ira Purnamasari di depan gedung FPOK UPI

Celotehan para mahasiswa langsung menyambut ketika kami memasuki loby gedung FPOK UPI di Jalan Phh. Mustofa, No. 200 Bandung, Jawa Barat. Di antara riuh rendah itu, terdengar suara perempuan yang menyapa kami dengan ramah dan hangat. Dialah Ira Purnamasari, pencetus Blind Judo di Indonesia.

Setelah saling berjabat tangan, Ira memandu kami menuju ruangan yang berada di sisi kiri loby. Ia kemudian mempersilahkan kami duduk di salah satu kursi tamu dan memulai percakapan. 

Obrolan kami pagi itu dibuka dengan cerita perjalanan Ira sebagai atlet nasional Indonesia dari cabang olahraga bela diri Judo. Bungsu dari 3 bersaudara ini terlahir di sebuah keluarga yang mencintai olahraga, khususnya judo. Ayahnya, Atang M. Noer, merupakan pelatih judo ternama di Jawa Barat. Sejak usia 2 tahun, Ira bersama ibunya sering mendatangi dojo, tempat berlatih judo ,. Ia juga kerap kali melihat kakak-kakaknya belajar judo, dan mengamati sang ayah melatih para atlet.

Menginjak usia 10 tahun, perempuan kelahiran 7 Juli 1981 ini bergabung dengan klub judo dan berlatih di Judo Institut Bandung yang merupakan tempat sang ayah menjadi pelatih. Prestasi pertama Ira di dunia judo diraih pada 1990 saat merebut juara dalam kejuaraan Suhutcup tingkat SD dan juara ketiga pada Kejurnas Junior di bali tahun 1991. Selanjutnya masa SMA-nya dihabiskan dengan berlatih judo di klub Padepokan judo Indonesia di Ciloto, Cianjur, sambil tetap bersekolah.

Baca juga: Dari Organisasi sampai Stand Up Commedy, Sepak Terjang Jaka Ahmad dalam Advokasi Isu Disabilitas

Ira menekankan bahwa prestasinya di olahraga judo, tak membuatnya lupa akan pentingnya pendidikan. Setelah SMA, ibu dari seorang putra dan putri ini melanjutkan pendidikannya di Universitas Pendidikan Indonesia (UPI) Bandung pada fakultas Pendidikan Olahraga dan Kesehatan(FPOK), sambil tetap melanjutkan pelatihan judonya di Pemusatan Latihan Daerah(PELATDA). Selanjutnya, pada 2004, Ira melanjutkan studinya ke jenjang master di Sekolah Pascasarjana UPI dan tetap bergabung di  Pemusatan Latihan Nasional(PELATNAS). Berkat prestasi di bidang pendidikan dan olahraga, Ira kemudian diangkat menjadi dosen program studi Pendidikan Kepelatihan Olahraga UPI pada 2008. “semuanya dapat berjalan beriringan tergantung bagaimana cara kita dalam membagi waktu”, tegas peraih medali emas PON tahun 1996, 2000, 2004, 2008, dan 2012 itu.

Perkenalannya dengan blind judo dimulai pada 2016. Momen tersebut terjadi bersamaan dengan awal karirnya sebagai pelatih untuk persiapan PON dan PEPARNAS, serta diterimanya Ia di UPI untuk jenjang doctoral. Seorang teman sesama pelatih dari cabor renang yang lebih dulu bergabung ke National Paralympic Comite of Indonesia(NPCI) Jawa Barat,  menyarankan Ira untuk mengadakan cabor Blind Judo di PEPARNAS XV 2016. Hal ini lantaran blind judo telah diselenggarakan di kejuaraan internasional. “jadi memang Jawa Barat yang paling dulu. Karena kebetulan waktu itu Jawa Barat juga menjadi tuan rumah untuk PEPARNAS XV/2016. Jadi saya aksesnya bisa lebih banyak, lebih tau, belajar lebih dulu dari yang lain”, ungkap perempuan yang memiliki impian besar mengikuti Asian Games itu.

Bersama dua orang rekannya, Ira kemudian membentuk tim pelatih dan mengumpulkan para tunanetra yang menjadi cikal bakal atlet blind judo di Jawa Barat dan Indonesia. Informasi menyebar dari mulut ke mulut, lalu perlahan para atlet tunanetra mulai mengajak teman-teman lainnya untuk bergabung di olahraga asal Jepang ini. “karna sesuatu yang baru mungkin ya, menarik juga, jadi temen-temen yang blind lebih interres” jelasnya.

Baca juga: Ariyani Sri Ramadhani, Jadikan Berbisnis sebagai Jalan untuk Bermanfaat Bagi Sesama

Mengajarkan judo kepada tunanetra tentunya memiliki tantangan tersendiri. Salah satunya adalah kurangnya referensi yang dimiliki Ira dan tim pelatihnya. Selain itu, mengajarkan teknik judo kepada teman low vision dan totally blind juga terdapat sedikit perbedaan. Ia menjelaskan, untuk atlet low visionn masih dapat melihat gerakan kaki /tangan dengan sisa penglihatan dan dibantu untuk teknik-teknik tertentu. Sedangkan untuk mereka yang totally blind diperlukan waktu yang lebih banyak untuk menjelaskan detail dan menuntun gerakan kaki/tangannya.

Ia sangat terkesan dengan usaha atlet-atletnya untuk mau berolahraga dan mencapai prestasi. “karna saya yakin, usaha adik-adik pasti lebih besar dibanding yang lain, dengan keterbatasan, tetap bisa berprestasi”.

Sampai saat ini Ira masih berhubungan baik dengan atlet-atlet yang pernah dilatihnya.  “saya seneng banget pernah bergabung di Blind Judo”, tutur peraih medali emas SEA Games 2003, 2005, dan 2007 ini sambil tersenyum. Ira juga menceritakan dengan bangga bahwa Lima atlet asal Jawa Barat yang pernah ia latih pada 2016, berhasil terpilih mengikuti Asean  Para Games XI di Solo 2022 awal Agustus lalu. “Saya senang hasil usaha adik-adik itu bisa membawa mereka ke ajang internasional, bisa membawa bukan hanya nama Jawa Barat, tapi juga nama Indonesia ke level yang lebih tinggi, bukan hanya nasional.  Saya pengennya atlet-atlet yang dulu pernah dilatih sama saya bisa mencapai prestasi internasional”, ucap Ira menyampaikan harapannya.

*Dheny Marsyelina

Kontributor Jawa Barat

Editor: Juwita Maulida

Bagikan ke yang lain

About Author

Leave Comment

Back to top