Banyak tunanetra muda di Indonesia yang memiliki minat dan kemampuan belajar komputer , namun, pendidikan tinggi jurusan ilmu komputer di Indonesia belum dapat mengakomodir mereka. Pasalnya, untuk masuk jurusan ilmu komputer, calon mahasiswa harus berasal dari jurusan IPA. Sementara, jurusan IPA di SMA reguler di Indonesia belum aksesibel untuk tunanetra. Sehingga banyak tunanetra mengambil jurusan IPS saat SMA. Kondisi ini menghambat para tunanetra untuk bekerja di bidang pemrograman komputer, padahal bidang ini sangatlah potensial untuk mendukung kemandirian financial.
Tahun 2008, Aria Indrawati, Ketua Umum Pertuni, menghadiri Blind Leader Dialogue di Bangkok. Saat itu, Aria bertemu tunanetra dari jepang, berprofesi sebagai guru, namun memiliki pekerjaan sampingan sebagai programmer. Sebuah fakta yang mengesankan bagi Aria saat itu, mengingat profesi programmer belum lazim digeluti oleh seorang tunanetra. Fakta lain, pencipta perangkat lunak pembaca layar versi open source NVDA adalah 3 tunanetra asal Australia. Bukti-bukti nyata itulah yang menginspirasi Aria, bahwa profesi programmer memang memungkinkan untuk dikerjakan oleh tunanetra. “Itu yang membuat saya terkesan, dan menginginkan hal itu terjadi di Indonesia,” katanya.
Maka melalui dukungan Program Higher Education ICEVI (International Council of Education for People with Visualy Impaired), DPP Pertuni bekerja sama dengan Yayasan Mitra Netra, Jakarta, berinisiatif melaksanakan Program Pelatihan Pemrograman Komputer. DPP Pertuni memilih Yayasan Mitra Netra sebagai lembaga pelaksana, karena lembaga ini memiliki komitmen membangun dan mengembangkan sistem akses ICT untuk tunanetra. Selain itu, Yayasan Mitra Netra juga telah memiliki instruktur yang mampu mengajarkan pemrograman komputer tingkat dasar. “Pertuni hanya akan membiayai kegiatan ini untuk 2 angkatan, dan selanjutnya, diharapkan Mitra Netra menjadikannya sebagai layanan rutin. Jadi, kegiatan ini akan berkesinambungan, jelas Aria.
Pelatihan dimulai tanggal 4 Juni 2016 dan akan berlangsung selama 6 bulan. Saat ini telah dijalankan 2 kelas, yaitu di hari Senin dan Sabtu. Pesertanya terdiri dari 10 tunanetra, yakni 2 perempuan dan 8 laki-laki, 6 orang dari kalangan mahasiswa dan 4 lainnya dari kalangan umum. Adapun materi yang akan disampaikan, yaitu HTML, MYSQL, dan PHP—termasuk di antaranya pengenalan HTML, pembuatan database MYSQL, membuat halaman web yang interaktif dengan PHP, dan lain-lain. Setelah mengikuti Pelatihan Pemrograman Komputer Tingkat Dasar para peserta akan mampu membuat halaman web berbasis Database MySQL yang interaktif, membuat Database dan menampilkannya dalam berbagai variasi, dan membuat aplikasi gim dengan PHP dan MySQL.
Instruktur pelatihan ini adalah tunanetra karyawan Mitra Netra, – Sugiyo – yang sejak akhir tahun lalu oleh Mitra Netra – dengan biaya sendiri – telah disiapkan untuk menjadi instruktur kursus pemrograman komputer tingkat dasar. Menurut Sugiyo yang sudah berpengalaman mengajarkan materi komputer kepada tunanetra, untuk mempelajari materi pemrograman ini memang memiliki tantangan tersendiri. Bukan hanya memerlukan logika berpikir, materi pemrograman—seperti penyusunan kode-kode HTML—memerlukan ketelitian yang mendetail, terlebih bagi tunanetra yang harus membaca tiap baris kode dengan keyboard. Meski demikian, Sugiyo optimis bahwa siswa-siswanya akan mampu memahami materi tersebut. “Sekarang di Indonesia sudah ada satu -dua tunanetra yang memahami materi pemrograman, tapi biasanya masih hanya digunakan untuk kepentingan pribadi saja. Nah, melalui pelatihan ini saya (sebagai instruktur) diharapkan dapat menyebarluaskan materi pemrograman ini. Sehingga nantinya lebih banyak lagi tunanetra di Indonesia yang jadi programmer,” ujarnya.
Untuk menyelenggarakan kegiatan ini dibutuhkan sumber daya manusia yang handal, serta waktu yang tidak sebentar, Pertimbangan inilah yang membuat DPP Pertuni memilih untuk mengadakan pelatihan pemrograman tersebut di Yayasan Mitra Netra pada dua angkatan pertama. Diharapkan, setelah dua angkatan ini, Pertuni bisa menemukan strategi baru untuk menyebarkannya ke daerah lain. Misalnya, mengadakan Training of Trainer (TOT) bagi tunanetra di berbagai daerah untuk pemrograman komputer. Dengan demikian, ada lebih banyak instruktur di Indonesia untuk bidang pemrograman komputer bagi tunanetra.
Sebagai tindak lanjut dari pelatihan ini, nantinya DPP Pertuni akan mempromosikan kepada berbagai perusahaan di Indonesia agar memberikan kesempatan pada tunanetra untuk bekerja di bidang pemrograman komputer. Selain itu, pelatihan ini diharapkan dapat menjadi bukti kepada perguruan tinggi bahwa tunanetra bisa belajar pemrograman komputer, agar selanjutnya fakultas ilmu komputer membuka diri pada hadirnya mahasiswa tunanetra. “Harapan saya, industri pemrograman atau pengembang aplikasi, menjadi salah satu pilihan bidang karir untuk tunanetra. Dan ini harus dimulai sejak tunanetra memilih program studi di perguruan tinggi,”pangkas Aria. *
Humas DPP Pertuni